Dalam ruang lingkup sederhana, manusia membutuhkan manusia lainnya, maka untuk
mencapai kondisi tersebut dibutuhkan bentuk komunikasi efektif. Manusia merupakan
makhluk sosial yang tidak akan bisa lepas dari manusia lainnya, komunitas dan
lingkungan tempat dia berdiri. Untuk bisa bersinergi dengan tiga hal diatas
maka, diperlukan sebuah proses komunikasi. Kualitas komunikasi tergantung dari
individu masing-masing dalam mengolahnya, bisa baik, biasa-biasa saja atau
bahkan buruk sekalipun. Bisa dikatakan komunikasi berlangsung sesuai dengan
kebutuhannya.
Pengaruh konsep diri
pada perilaku manusia sangat erat kaitannya dengan proses hubungan antarpribadi
yang vital bagi perkembangan kepribadian. Bagaimana kita memandang diri kita
dan bagaimana orang lain memandang kita, tentu saja akan sangat mempengaruhi
pola interaksi kita dengan orang lain. Menurut Jalaluddin
Rakhmat, konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita.
Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial dan fisis. Ada
faktor yang mempengaruhi konsep diri yaitu:
1.
Orang
Lain
Tidak semua orang lain mempunyai pengaruh yang sama
terhadap diri kita. Ada yang paling berengaruh yaitu orang-orang yang dekat
dengan diri kita. Ketika kita masih kecil, mereka adalah orang tua kita,
saudara-saudara kita, dan orang yang tinggal satu rumah dengan kita. Dari
merekalah secara perlahan-lahan kita membentuk konsep diri kita. Senyuman,
pujian, pelukan meraka, menyebabkan kita menilai diri kita secara positif.
Ejekan, cemoohan dan hardikan membuat kita memandang diri kita secara negatif.
2.
Kelompok
Rujukan
Ada kelompok yang secara emosional mengikat kita dan
berpengaruh terhadap konsep diri kita. Misalkan kita bergabung dengan sebuah
kelompok dan setiap kelompok mempunyai norma-norma, maka norma-norma dalam
ikatan ini sebagai ukuran perilaku kita.
Tiap saat kita melakukan komunikasi dengan dua cara, yaitu
komunikasi verbal dan nonverbal. Dalam komunikasi, tanda-tanda verbal diwakili
dalam penyebutan kata-kata, pengungkapannya baik lisan maupun tertulis.
Sedangkan tanda-tanda nonverbal terlihat dari gerak wajah atau gerak tubuh. Namun
timbul pertanyaan, sejauh mana efektifitas komunikasi yang kita lakukan?
Mungkin jawabannya hanya kita yang tau. Komunikasi verbal dan nonverbal akan
menjadi efektif ketika kita mampu mengkondisikannya. Kita harus mampu membaca
lawan bicara kita terlebih dahulu, agar pesan yang kita sampaikan dapat
diterima dengan baik. Sebagian orang menganggap bahasa adalah faktor yang
paling utama untuk mencapai sebuah komunikasi efektif, tapi jangan lupakan
komunikasi non verbal. Seperti diulas diatas, komuniasi nonverbal terdapat
petunjuk-petunjuk yang sangat mendukung terciptanya komunikasi efektif.
petunjuk-petunjuk tersebut diantaranya adalah :
1.
Petunjuk proksemik (penggunaan jarak
dalam menyampaikan pesan)
2.
Petunjuk kinesik (gerak tubuh)
3.
Petunjuk wajah
4.
Petunjuk paralinguistik (cara pegucapan
lambang-lambang verbal)
5.
Petunjuk artifaktual (penampilan,
kosmetik, baju, tas dll)
Komunikasi antarpribadi bisa menjadi sebuah komunikasi yang
efektif atau sangat tidak efektif. Durasi proses komunikasi tidak selamanya
menjadi tolak ukur efektifitas komunikasi. Komunikasi efektif artiya jika
komunikan, mengerti, mempersepsi dan melaksanakan reaksi (action) atau
tugas-tugas sesuai dengan pesan yang diberikan oleh komunikatornya dan ada feed back-nya.
Komunikasi antarpribadi dikatakan sukses apabila membuahkan
hasil. Dewasa ini komunikasi antarpribadi bisa dilakukan dengan tanpa harus
bertatap muka, karena seiring perkembangan teknologi. Manusia bisa berinteraksi
melalui media sosial network, chatting atau skype. Namun apabila dilihat dari mutu
dan efektifitasnya, maka tatap muka merupakan komunikasi antarpribadi yang
utama dan dikatakan lebih sukses.
Rogers dan Shoemaker (Liliweri,1991:70) berpendapat bahwa,
seseorang dapat berkomunikasi untuk mempelajari sesuatu dengan baik apabila
menggunakan lebih dari satu inderanya, yaitu:
a.
Tahapan mengetahui atau melihat melalui
indera mata adalah 83,0%
b.
Tahapan mendengar melalui indera telinga
adalah 11,0%
c.
Tahapan membau melalui indera hidung
adalah 3,5%
d.
Tahapan meraba dengan tangan sebesar
1,5%
e.
Tahapan merasa dengan indera lidah
sebesar 1,0%
Komunikasi tatap muka yang dilakukan berulang-ulang dan
bergantian dapat meningkatkan mutu komunikasi antarpribadi, dengan mampu
menjalin suatu kontak dikarenakan ada rangkaian pertukaran pesan antara dua
orang secara langsung. Komunikasi tatap muka mempunyai keistimewaan dimana efek
dan umpan balik, aksi dan reaksi langsung terlihat karena jarak fisik
partisipan yang dekat. Aksi maupun reaksi verbal dan nonverbal, semuanya
terlihat dengan jelas secara langsung. Oleh karena itu tatap muka yang
dilakukan terus-menerus kemudia dapat mengembangkan kumunikasi antar pribadi
yang memuaskan dua pihak dan menjadi komunikasi yang efektif.
Drs. H. Malayu Hasibuan mengemukakan syarat komunikasi yang
baik yaitu:
1.
Disampaikan pada waktu dan kondisi yang
tepat
2.
Channel dan symbol-simbol komunikasi
yang baik dan jelas.
3.
Mempergunakan kata-kata dan kalimat yang
mudah dipahami dan persepsinya jelas
4.
Memperhatikan daya tangkap dan daya
nalar komunikan
5.
Komunikator menyampaikan dengan tenang
dan tidak emosional
6.
Disampaikan secara jelas dengan
menghindari hambatan-hambatan komunikasi
7.
Dilakukan dengan komunikasi dua arah (two way traffic)
8.
Pesan disampaikan secara lengkap dan
menyeluruh
9.
Jika dipahami, maka terjadi reaksi (action)
dan feed back positif yang menimbulkan interaksi.
Sedangkan menurut
Devito, karakteristik efektifitas komunikasi antarpribadi dilihat dari tiga
sudut pandang, yaitu sudut pandang humanistic, pragmatis serta sudut pandang
pergaulan sosial dan sudut pandang kesetaraan.
A. Humanistik
Humanistik
mencoba untuk melihat kehidupan manusia sebagaimana manusia melihat kehidupan
mereka. Mereka cenderung untuk berpegang pada prespektif optimistik tentang
sifat alamiah manusia. Mereka berfokus pada kemampuan manusia untuk berfikir
secara sadar dan rasional untuk dalam mengendalikan hasrat biologisnya, serta
dalam meraih potensi maksimal mereka. Dalam pandangan humanistik, manusia
bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan
kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku mereka.
Dalam ancangan humanistic ada lima
kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu:
1.
Keterbukaan
Pengetahuan
tentang diri akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama,
berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita.
Dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih dekat pada kenyataan. Bila
konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk
menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan-gagasan baru, lebih cenderung
menghindari sikap difensif dan lebih cermat memandang diri kita dan orang lain.
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi
antarpribadi. Pertama, komunikator antarpribadi yang efektif harus terbuka
kepada orang yang diajak berinteraksi. Kedua, mengacu kepada kesediaan
komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Ketiga,
menyangkut kepemilikan perasaan dan pikiran. Terbuka dalam pengertian ini
adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang dilontarkan adalah memang milik
anda dan anda bertanggungjawab atasnya.
2.
Empati
Empati dapat
diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memposisikan diri terhadap apa yang
sedang dialami orang lain. Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan
pengalami orang lain, perasaan dan sikap mereka serta harapan dan keinginan
mereka untuk masa mendatang. Perasaan empati ini akan membuat seseorang mampu
menyesuaikan komunikasiya.
3.
Sikap Mendukung
Hubungan
antarpribadi yang efektif adalah hubungan yang dimana terdapat sikap mendukung.
Sikap terbuka dan empati tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak
mendukung. Sikap mendukung ini dapat diperlihatkan dalam bentuk sikap yang:
1.
Deskriptif, bukan evaluatif
2.
Spontan bukan strategik
3.
Provisional bukan sangat yakin.
4.
Sikap positif
Sikap positif adalah perwujudan
nyata dari suatu pikiran terutama memperhatikan hal-hal yang baik.
suasana jiwa yang mengutamakan kegiatan kreatif dari pada kegiatan yang
menjemukan, kegembiraan dari pada kesedihan, optimisme dari pada pesimisme.
Sikap positif adalah keadaan jiwa seseorang yang dipertahankan melalui
usaha-usaha yang sadar bila sesuatu terjadi pada dirinya supaya tidak membelokan
fokus mental seseorang pada yang negatif. Bagi orang yang berpikiran positif mengetahui
bahwa dirinya sudah berpikir buruk maka ia akan segera memulihkan dirinya.
Yaitu yang sudah menuju ke arah negatif untuk kembali ke arah positif.
Banyak orang dan ahli terutama para motivator yang membuat pengertian sikap positif. Ada dua cara
dalam mengkomunikasikan sikap positif yaitu, menyatakan sikap positif dan
secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi.
Sikap. Sikap positif
mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi antarpribadi. Pertama,
komunikasi antarpribadi terbina jika orang memiliki sikap positif terhadap diri
mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya
sangat penting untuk interaksi yang efektif.
Dorongan.
Dorongan adalah istilah yang berasal dari kosa kata umum, yang dipandang sangat
penting dalam analisi transaksional dan dalam interaksi antarmanusia secara
umum. Dorongan positif umumnya berbentuk pujian atau penghargaan dan terdiri
ataas perilaku yang biasa kita harapkan, kita nikmati dan kita banggakan.
Dorongan positif mendukung citra pribadi kita dan membuat kita merasa lebih
baik. Sedangkan dorongan negaif bersifat menghukum dan menimbulkan kebencian.
5.
Kesetaraan
Dalam setiap
situasi, memungkinkan terjadi ketidaksetaraan. Tidak pernah ada dua orang yang
setara dalam segala hal. Terlepas dari itu, komunikasi antarpribadi akan lebih
efektif bila suasananya setara. Artinya harus ada pengakuan secara diam-diam
bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga dan kedua pihak mempunyai
sesuatu yang penting untuk disumbangkan.
B.
Pragmatis
Ancangan
pragmatis, keperilakuan atau sering dikatakan sebagai ancangan “keras” untuk
efektifitas antarpribadi, adakalanya dinamai model kompetensi, memusatkan pada
perilaku spesifik yang harus digunakan oleh komunikator untuk mendapat hasil
yang diinginkan. Model ini menawarkan lima kualitas efektifitas : kepercayaan
diri, kebersatuan, manajemen interaksi, daya pengungkapan dan orientasi ke
pihak lain. (Spitzberg & Cupach, 1989; Spitzberg & Hecht, 1984 dalam
Devito 1997)
Kepercayaan
diri.
Bisa diartikan
keberanian individu untuk melakukan sesuatu hal yang menurut anggapannya benar
atau sikap positif seorang individu
yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap
diri sendiri maupun terhadap lingkungan/situasi yang dihadapinya. Hal ini
bukan berarti bahwa individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala
sesuatu seorang diri, alias “sakti”. Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya
hanya merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut
dimana ia merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa –
karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang
realistik terhadap diri sendiri. Sedangkan orang yang kurang percaya
diri sedapat mungkin akan cenderng menarik diri
atau menghindari situasi komunikasi. Komunikator yang efektif mempunyai
kepercayaan diri yang sosial. Komunikator yang secara sosial memiliki
kepercayaan diri bersikap santai, tidak kaku, fleksibel dalam suara dan gerak
tubuh, tidak terpaku pada nada suara tertentu dan gerak tubuh tertentu,
terkendali dan tidak gugup atau canggung. Sehingga perasaan cemas tidak dengan
mudah dilihat orang.
Kebersatuan.
Mengacu pada
penggabungan antara pembicara dan pendengar
sehingga tercipta rasa kebersamaan dan kesatuan. Komunukator yang
memperlihatkan kebersatuan mengisyaratkan minat dan perhatian. Bahasa yang
menunjukan kebersatuan umumnya ditanggapi lebih positif ketimbang bahasa yang
tidak menunjukan kebersatuan. Kebersatuan menyatukan pembicara dan pendengar.
Secara nonverbal
kita mengkomunikasikan kebersatuan dengan memelihara kontak mata yang patut,
kedekatan fisik yang menggemakan kedekatan psikologis, serta sosok tubuh yang
langsung dan terbuka. Ini meliputi gerakan tubuh yang dipusatkan pada orang
yang anda ajak berinteraksi, tidak terlalu banyak melihat kesana-kemari,
tersenyum kepada orang itu, dan perilaku lain yang mengisyaratkan, "Saya
berminat kepada anda."
Kebersatuan dikomunikasikan
secara verbal dengan berbagai cara. Misalnya:
1.
Menyebut nama lawan bicara.
2.
Menggunakan kata ganti yang mencakup
baik pembicara maupun pendengar.
3.
Memberikan umpan balik yang relevan.
4.
Tunjukkanlah bahwa anda memusatkan
perhatian pada kata-kata lawan bicara.
5.
Kukuhkan, hargai, atau pujilah lawan
bicara.
6.
Sertakan referensi-diri ke dalam pemyataan
yang bersifat evaluatif.
Manajemen
Interaksi.
Komunikator yang
efektif mengendalikan interaksi untuk kepuasan kedua pihak. Dalam manalemen
interaksi yang efektif, tidak seorangpun merasa diabaikan atau merasa menjadi
tokoh penting. Masing-masing pihak berkontribusi dalam keseluruhan komunikasi.
Menjaga peran sebagai pembicara dan pendengar dan melalui gerakan mata,
ekspresi vocal, serta gerakan tubuh dan wajah yang sesuai, saling memberikan
kesempatan untuk berbicara merupakan keterampilan manajemen interaksi.
Manajemen
interaksi yang efektif menyampaikan pesan-pesan verbal dan nonverbal yang
saling bersesuaian dan saling memperkuat. Layak dikemukakan di sini bahwa
wanita pada umumnya menggunakan ekspresi nonverbal yang lebih positif dan lebih
menyenangkan ketimbang pria. Sebagai contoh, wanita lebih banyak tersenyum,
lebih banyak mengangguk tanda setuju, dan lebih terbuka dalam mengungkapkan
perasaan positif. Tetapi, ketika mengungkapkan perasaan marah atau kekuasaan
yang dimiliki, banyak wanita yang tetap menggunakan isyarat-isyarat nonverbal
positif ini, sehingga melemahkan ekspresi kemarahan atau kekuasaan tersebut.
Hasilnya adalah bahwa wanita demikian seringkali canggung dalam memperlihatkan
emosi negatif, dan lawan bicara karenanya kurang bisa mempercayai mereka atau
merasa terancam oleh perilaku ini.
Pemantauan
Diri
Pemantauan-diri
berhubungan secara integral dengan manajemen interaksi antarpribadi. Pemantauan
diri adalah manipulasi citra yang kita tampilkan kepada pihak lain (Snyder,
1986 dalam Devito 1997). Pemantaun-diri yang cermat selalu menyesuaikan
perilaku mereka menurut umpan balik dari pihak lain, guna mendapatkan efek yang
paling menyenangkan. Mereka memanipulasi (dalam arti positif) interaksi
antarpribadi untuk menciptakan kesan antarpribadi yang terbaik dan paling
efektif. Pemantau-diri yang kurang baik, sebaliknya, tidak terlalu
memperhatikan citra yang mereka pancarkan kepada pihak lain. Interaksi mereka
ditandai oleh keterbukaan di mana mereka mengkomunikasikan pikiran dan perasaan
mereka tanpa usaha memanipulasi eitra yang mereka ciptakan. Kebanyakan dari
kita berada di antara kedua ekstrim ini.
Daya
Ekspresi (Pengungkapan).
Mengacu pada
keterampilan mengkomunikasikan keterlibatan tulus dalam interaksi pribadi, kita
berperan serta dalam permainan dan tidak hanya sekedar menjadi penonton. Dalam
situasi konflik daya ekspresi mencakup ikut berkelahi secara aktif menyatakan
ketidaksetujuan, bukan berkelahi secara pasif, menarik diri atau melemparkan
tanggungjawab kepada orang lain. Gerak-gerik tubuh mampu mengkomunikasikan
keterlibatan. Kita mendemonstrasikan daya ekspresi dengan menggunakan variasi
dalam kecepatan, nada, volume dan ritme suara untuk mengisyaratkan keterlibatan
dan perhatian dan'dengan membiarkan otot-otot wajah mencerminkan dan
menggemakan keterlibatan ini. Menggunakan terlalu sedikit gerak-gerik
mengisyaratkan ketiadaan minat. Terlalu banyak gerak-gerik dapat mengkomunikasikan
ketidaknyamanan, kecanggungan dan kegugupan.
Daya
Orientasi Kepada Orang Lain.
Mengacu pada
kemampuan kita untuk menyesuaikan diri dengan lawan bicara selama perjumpaan
antar pribadi. Orientasi ini mencakup pengkomunikasian perhatian dan minat terhadap
apa yang dikatakan lawan bicara. Kita mengkomunikasikan orientasi kepada orang
lain melalui verbal dan nonverbal. Komunikator yang berorientasi kepada lawan
bicara melihat situasi dan interaksi dari sudut pandang lawan bicara dan
menghargai perbedaan pandangan dari lawan bicara ini. Begitu juga orang
berorientasi pada lawan bicara
mengkomunikasikan pengertian empatik dengan menggemakan perasaan pihak
lain atau mengungkapkan pengalaman atau perasaan yang sama. Bentuk perwujudan
empati, orang yang berorientasi pada lawan bicara mendengarkan dengan penuh
perhatian dan memperlihatkan perhatian ini secara verbal dan nonverbal.
Orientasi kepada lawan bicara memberikan umpan balik yang cepat dan pantas yang
menunjukan pemahaman mendalam tentang perasaan dan pikiran.
C.
Pergaulan
Sosial dan Sudut Pandang Kesetaraan
Pergaulan sosial
mengatakan bahwa kita mengembangkan hubungan bila manfaatnya lebih besar
daripada biaya yang harus kita keluarkan. Kita melibatkan diri dalam hubungan
yang akan memberikan keuntungan bagi kita. Imbalan atau manfaat atau keuntungan
adalah hal-hal yang memnuhi kebutuhan kita akan rasa kepuasan, penerimaan sosial,
keuntungan keuangan, status dll. Tetapi imbalan ini menuntut pengorbanan, biaya
atau bayaran tertentu. Misalnya untuk memperoleh keuntungan yang besar maka
diperlukan kerja keras yang mengorbankan sebagian kebebasan kita. Model ini
berorientasi pada ekonomi, teori ini lebih menjelaskan kecenderungan kita untuk
mencari keuntungan atau manfaat dengan mengeluarkan biaya (pengorbanan)
sesedikit mungkin.
Teori
Kesetaraan. Teori ini dilandasi oleh teori pergaulan sosial
dan mengatakan bahwa kita tidak saja berusaha membina hubungan yang menfaatnya
melampaui biayanya, melainkan juga bahwa kita mengalami kepuasan dari suatu
hubungan bila ada kesetaraan atau pemerataan dalam distribusi imbalan dan biaya
diantara kedua pihak yang berhubungan (Berscheid & Walster, 1978 ; Hatfield
& Traupman, 1981 dalam Devito, 1997).
Artinya bukan saja menginginkan manfaaat yang lebih besar daripada biaya
yang kita keluarkan, tetapi tetapi juga menghendaki manfaat yang sebanding
dengan pengorbanan yang kita keluarkan.
Thibault dan
Kelley (Rakhmat, 2011;119) berasumsi dasar bahwa, setiap individu secara
sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan
tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya. Ganjaran,
biaya, laba dan tingkat perbandingan merupakan empat konsep pokok dalam teori
ini. Tingkat perbandingan menunjukan ukuran baku/ standar yang dipakai sebagai
kriteria dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang. Ukuran baku ini
dapat berupa pengalaman individu pada masa lalu atau alternatif hubungan lain
yang terbuka. Bila masa lalu individu mengalami hubungan antarpribadi yang
memuaskan, tingkat perbandingannya turun. Bila seorang gadis pernah berhubungan
dengan kawan pria dalam hubungan yang bahagia, ia akan mengukur ganjaran
hubungan antarpribadi dengan kawan pria lain berdasarkan pengalamannya dengan
kawan pria terdahulu. Makin bahagia ia pada hubungan antarpribadi sebelumnya,
makin tinggi tingkat perbandingannya, berarti makin sukar ia memeroleh hubungan
antarpribadi yang memuaskan. Ada beberapa
pedoman praktis untuk komunikasi antarpribadi yang efektif dalam konsep ini,
berikut ini adalah empat diantaranya:
-
Bertukar Manfaat
Dalam
setiap hubungan selalu ada biaya, masalah keuangan, ketegangan pekerjaan,
konflik antarpribadi. Imbangilah biaya ini dengan mempertukarkan manfaat atau
kesenangan, khususnya perilaku saling mengasihi (lederer, 1984 dalam Devito, 1997).
Perilaku mengasihi adalah dukungan-dukungan kecil yang kita terima dengan
senang hati dari mitra hubungan kita. Pada saat pertama perilaku ini terasa
dibuat-buat, tetapi dengan berjalannya waktu perilaku tersebut akan menjadi
bagian normal dari interaksi dan akan berlangsung terus mengimbangi biaya yang
selalu ada dalam setiap hubungan.
-
Menanggung Beban Biaya Bagian Anda
Seperti
teori kesetaraan, kita merasa tidak puas bila kita harus memikul bagian biaya
secara tidak adil. Ingatlah bahwa mitra kita juga merasakan hal yang sama. Bila
mitra anda memikul beban biaya yang lebih besar, pikulah sebagian darinya agar
hubungan lebih setara.
- Mengintensifkan Pertukaran Manfaat Pada
Saat Biaya Meningkat
Bila
suatu hubungan mengalami masalah (artinya biaya melampaui batas), banyak orang
yang bereaksi pasif, menanti situasi berubah dengan sendirinya atau membiarkan
hubungan memburuk lebih jauh. Seharusnya inilah saatnya untuk menerapkan
ancangan aktif dan untuk mengintensifkan pertukaran manfaat dan dukungan.
-
Memperbesar Manfaat untuk Mengurangi
Daya Tarik Alternatif
Bila
biaya suatu hubungan melampaui manfaatnya, daya tarik alternative meningkat.
Tetapi bila manfaatnya melebihi biayanya, daya tarik alternative turun.
Misalnya bila mitra anda kehilangan pekerjaan dan masalah keuangan terjadi,
maka tetangga yang kaya raya dapat menjadi semakin menarik sebagai alternative.
Kesimpulan
Efektifitas komunikasi diawali oleh motivasi dari
masing-masing individu. Pesan yang disampaikan harus mampu dimengerti,
dipersepsi dan mampu menghasilkan reaksi
(action) atau komunikasi antarpribadi dikatakan sukses apabila membuahkan hasil.
Kualitas pesan yang disampaikan mempengaruhi efektifitas komunikasi baik secara
verbal dan nonverbal. Konsep diri dari masing-masing individu yang berinteraksi
menjadi point yang sangat penting dalam tercapainya efektifitas komunikasi.
Dengan berpegang kepada konsep yang diancangkan oleh Devito yaitu humanistik,
pragmatis dan pergaulan sosial (sudut pandang kesetaraan) maka akan lebih mudah
bagi kita untuk memahami dan mengapresiasikan komunikasi efektif dalam
kehidupan sehari-hari. Namun perlu ditekankan bahwa tidak selamanya prinsip
komunikasi efektif yang berhubungan dengan teori ekonomi bisa diaplikasikan,
karena materi bukanlah segalanya, ada faktor-faktor lain yang sangat
berpengaruh terhadap efektifitas komunikasi.
Daftar
Pustaka
Hasibuan, Malayu, S.P.,
1996. Manajemen Dasar, Pengertian dan
Masalah, Edisi Kedua, Jakarta: Toko Gunung Agung.
Rakhmat, Jalaluddin.,
2011. Psikologi Komunikasi, cetakan
keduapuluhtujuh, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Liliweri, Alo., 1991. Komunikasi Antarpribadi, Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti,
Devito, Joseph., 1997. Memperbaiki Komunikasi Antarpribadi, Terjemahan,
Edisi Kelima, Jakarta: Profesional Book.