Selasa, 17 April 2012

Apa Saja yang Menjadi Mitos dan Etika Ketika Kita Berkomunikasi?

"We Can not not to Communicate"...Manusia tidak dapat menghindari untuk tidak berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain...komunikasi hadir disetiap saat, setiap detik perjalanan hidup kita. Namun, seringkali kita lupa menghadapi situasi yang "miss understanding" atau bahkan berujung kepada konflik yang disebabkan oleh mitos-mitos yang menghalangi proses komunikasi dan cenderung melupakan etika ketika beradapan dengan orang lain

       Pengertian Mitos
 
Menurut pengertian Yunani-Romawi kuno, Mitos (Muthos) adalah sebuah cerita yang sebenarnya dikisahkan dengan cara yang dirasa masuk akal. secara harafiah berarti sebagai sesuatu yang dikatakan seseorang, dalam pengertian yang  lebih luas bisa berarti suatu pernyataan, sebuah cerita. Dalam komunikasi antar pribadi juga dikenal istilah mitos-mitos. Sangat sulit untuk memperbaiki komunikasi antarpribadi jika kita  percaya pada beberapa mitos umum.
Mitos adalah suatu sistem komunikasi yang memberikan pesan berkenaan dengan aturan masa lalu, ide, ingatan, dan kenangan atau keputusan-keputusan yang diyakini. Dengan demikian mitos bukanlah suatu benda, konsep atau gagasan melainkan sebuah lambang dalam bentuk wacana (discourse) (Barthes, 1981). Lambang mitos tidak selalu tertulis, tetapi dapat berupa film, benda atau peralatan-peralatan tertentu, gambar dan lain sebagainya. Perlu ditegaskan bahwa mitos bukanlah suatu benda tetapi dapat dilambangkan dengan benda.

 Mitos Dalam Komunikasi Antarpribadi

Dalam berinteraksi, komunikasi adalah hal penting. Banyak yang sepakat bahwa jika komunikasi itu dilakukan dengan seimbang maka, akan meminimalisasi kesalahpahaman. Namun, ada hal-hal yang membuat komunikasi itu terhambat dan hambatan-hambatan itu sering ditimbulkan oleh mitos-mitos. Menurut Beebe (1996:301) dalam komunikasi antarpribadi sering terjadi konflik. Mitos muncul bila kita kurang paham atau kurang mengerti tentang suatu hal. Mitos ini menyebabkan kita berada dalam konflik yang mungkin sebenarnya didasari oleh hal-hal yang sepele dan menjadi tidak objektif. Mitos dapat mempengaruhi sikap kita terhadap konflik. Ada 5 (lima) mitos tentang konflik menurut Beebe antara lain :
1.      Konflik Antarpribadi Selalu Dapat Dihindari
Ini pemahaman yang salah bagi sebagian orang ketika menemukan ketidakcocokan dalam berkomunikasi. Banyak yang beranggapan bahwa situasi hubungan yang harmonis adalah situasi yang paling ideal sehingga ketika menemukan masalah yang bisa menimbulkan konflik ada kecenderungan orang untuk saling menghindari. Kita dapat menghindari konflik dengan strategi bertahan atau sengaja menutup-nutupi konflik sehingga yang tampak diluar seakan-akan tidak ada apa-apa. Tapi, bertahan dan menutupi bukan strategi Jika konflik itu diabaikan, dapat meningkat menjadi konflik yang lebih besar.

2.      Konflik Selalu Terjadi Karena Kesalahpahaman
Ketegangan dan masalah biasanya muncul dari hal-hal yang sepele atau bahkan tidak masuk akal. Beban pikiran yang banyak terkadang membuat orang salah mempersepsikan maksud dan tujuan orang lain sehingga terjadi konflik. Biasanya faktor prasangka atau keadaan perasaan yang sedang sensitive juga memicu konflik antarpribadi.

3.      Konflik Merupakan Tanda dari Lemahnya Hubungan Antarpribadi
Ini juga merupakan hal yang salah terhadap pemahaman kita mengenai  komunikasi antarpribadi. Sering kali orang merasa berbeda ketika tidak sepaham mengenai sifat-sifat antar individu. Padahal jika dikaji lebih dalam, perbedaan sifat tidak ada korelasinya terhadap hubungan antarpribadi, yang berarti jika hubungan yang dalam posisi kuat dan ideal dari segi kecocokan sifat sekalipun tidak menjamin untuk terhindar dari konflik.

4.      Konflik Harus Dapat Dipecahkan
Dalam komunikasi antarpribadi sering kita temui kendala-kendala yang berujung pada pertentangan yang sebagian besar dipicu oleh situasi sosial dari masing-masing orang. Banyaknya perbedaan seperti perbedaan pandangan, cara berpikir, cara menyampaikan argumen, dan cara menyelesaikan masalah tertentu merupakan hal yang tidak dapat disatukan. Sehingga tidak jarang bagi kita untuk memaksakan keadaan untuk sama-sama saling menyetujui sesuatu hal ketika berbeda pandangan misalnya. Mitos ini salah kaprah, Padahal yang harus kita pahami adalah tidak semua hal yang berbeda itu harus disatukan. Apalagi sampai memaksakan kehendak salah satu pihak dan merugikan pihak lain. Justru hal yang seperti ini dapat memicu konflik yang lebih besar dikemudian hari.
5.      Konflik Dianggap Sebagai Sesuatu yang Buruk
Ini juga tidak jarang berkembang di masyarakat sehingga membentuk pola pikir yang cenderung salah dan malah berujung pada terhambatnya kreatifitas setiap pribadi untuk mengembangkan pola komunikasinya kepada orang lain. Konflik semestinya dibutuhkan untuk mengkaji sejauh mana komunikasi kita berjalan efektif. Bisa dibayangkan misalnya ada seorang pendidik yang terus menerus menurunkan ilmunya di kelas tanpa ada kritik dan saran dari orang-orang yang didiknya. Bukan tidak mungkin pendidik tersebut akan “stuck” ilmunya pada satu itik saja dan menganggap bahwa segala yang telah ia sampaikan selama ini telah berjalan dengan semestinya tanpa ada kesalahan.
Dari beberapa mitos umum yang disampaikan oleh Beebe tersebut juga dapat kita simpulkan beberapa mitos atau pandangan-pandangan yang cenderung salah dalam memahami orang lain ketika kita berkomunikasi yang selama ini selalu kita anggap benar. Mitos dalam komunikasi antarpribadi tersebut antara lain :

  1. Harus Tahu Bagaimana Isi Hati Orang Lain
Hal ini Penting diketahui setiap orang, bahwa kita bukan pembaca pikiran, sehingga jangan berasumsi bisa saling tahu isi pikiran. karena setiap orang berkomunikasi dengan cara yang berbeda. Sehingga setiap kali kita menemui kesalah-pahaman dalam berkomunikasi membuat kita jadi memaksakan diri untuk menebak-nebak isi hati dan perasaan orang lain.
  1. Mengekspresikan Perasaan Tidak Suka atau Marah itu Tidak Baik Bagi Komunikasi
Hal ini juga dianggap kurang tepat sebab, setiap manusia memiliki pola dan cara pikir yang berbeda. Kecuali itu adalah hal yang sangat krusial dan penting, adalah hal yang amat umum untuk orang yang berkomunikasi untuk sepakat untuk tidak sepakat. Yang terpenting, sama-sama mengerti pro dan kontra dari keputusan tersebut. Namun, banyak orang yang tidak siap menghadapi sikap orang lain terhadap suatu masalah sehingga sering kali menyalahkan orang yang cenderung terbuka menyampaikan isi hatinya melalui sikap marah dan lain sebagainya.
  1. Mendiskusikan Masalah Terus Menerus Demi Menemukan Solusi yang Sama
Berkomunikasi dengan baik berarti saling mendengarkan dan memahami permasalahan masing-masing. Namun, tidak segala permasalahan harus menemukan solusinya di saat itu juga. Tergantung tingkat urgensi dan apa yang bisa dilakukan untuk hal tersebut.
4.      Berbagi Pandangan Berarti Harus Bertindak Sesuatu
Hal ini sangat merugikan salah satu pihak. Resolusi terbaik untuk hal ini adalah sama-sama saling mendengarkan dan mencoba memahami satu sama lain, tetapi tidak untuk memaksa  melakukan sesuatu yang tak ingin orang lain lakukan.
  1. Berbeda Pandangan Berarti Berbeda Kepribadian
Ini juga merupakan mitos yang salah dalam komunikasi antarpribadi. Sebab,
Setiap orang memiliki pandangan yang berbeda dan tidak harus sama. Begitu pula dengan perbedaan kepribadian juga tidak lantas membuat orang menjadi berbeda pandangan. Bisa saja pandangan seseorang yang berbeda pribadinya sama misalnya : dalam menilai sifat seseorang. Yang dibutuhkan adalah untuk saling menghargai pandangan yang lainnya, dan tidak memaksakan cara pandangnya. 

  1. Pengertian Etika
Sedangkan Etika dalam bahasa Yunani Kuno adalah Ethos yaitu kebiasaan, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Etika dapat dijelaskan dengan membedakan 3 arti, sebagai berikut :
  1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak serta kewajiban moral
  2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
  3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan masyarakat.
Ada 2 jenis etika yang umum jika dikaitkan dengan nilai-nilai dan norma-norma yakni :

Ø  Etika Deskriptif
Etika Deskriptif berbicara mengenai fakta apa adanya, yaitu mengenai nilai dan pola perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas konkrit yang membudaya. Ia berbicara mengenai kenyataan penghayatan nilai, tanpa menilai, dalam suatu masyarakat, tentang sikap orang dalam menghadapi hidup ini, dan tentang kondisi-kondisi yang memungkinkan manusia bertindak secara etis.
Ø  Etika Normatif
Etika Normatif berbicara mengenai norma-norma yang menuntun tingkah laku manusia, serta memberi penilaian dan himbauan kepada manusia untuk bertindak sebagaimana seharusnya berdasarkan norma-norma. Ia menghimbau manusia untuk bertindak yang baik dan menghindari yang jelek.

Aristoteles dalam Bertens (2001) teorinya yang dikenal tentang moral dan etika, digunakan istilah “ethe” yang pengertiannya adalah mengenai baik-buruknya suatu sifat yang dalam bahasa latin kata “ethikos” diterjemahkan menjadi “mores” yang berarti kebiasaan. Istilah itu kemudian berubah, karena selain kata “ethos” yang berarti kualitas suatu sifat, digunakan juga istilah etos yang berarti suatu cara berpikir dan merasakan, suatu cara bertindak dan bertingkah laku yang member cirri khas kepemilikan seseorang terhadap kelompok dan sekaligus merupakan tugas. Istilah yang kedua ini sesuai dengan terjemahannya dalam bahasa latin disebut juga sebagai “moralis” atau adat, kebiasaan. Istilah “moralis” ini kemudian menjadi teknis yang tidak lagi berarti kebiasaan tetapi mengandung makna moral. Sekarang moral selalu dikaitkan dengan kewajiban khusus, dihubungkan dengan norma sebagai cara bertindak yang berupa tuntutan yang relatif dan mutlak. Jadi, moral merupakan wacana normatif dalam kajian buruk dan baiknya suatu etika.
  1. Etika berbeda dengan Etiket
Kata yang sering dianggap serupa maknanya dengan kata etika (ethics) adalah kata etiket (etiquette). Mungkin karena intonasinya yang serupa kemudian keduanya dengan mudahnya dicampuradukan, padahal keduanya memiliki makna yang berbeda. Etika di sini dipahami sebagai moral, sedangkan etiket hanya berkaitan dengan sopan santun. Perbedaan diantara keduanya dapat digambarkan sebagai berikut :
Tabel 1 : Perbedaan Etika dan Etiket menurut Bertens  (Bertens, 2001)

No.
Etiket
Etika
1
Menyangkut nilai sopan santun sesuatu yang diperlihatkan yang mengandung nilai pada seorang individu di mata individu lainnya misalnya menyalami orang yang lebih tua.
Etika tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu tindakan, namun etika mencakup pemberian norma terhadap perbuatan itu sendiri yang berlaku mutlak
2
Etiket hanya berlaku di pergaulan. Artinya jika tidak dilihat oleh orang lain berarti tidak berlaku
Etika berlaku tidak tergantung pada pergaulan dan ada atau tidaknya orag lain karena cakupannya lebih luas
3
Etiket bersifat relatif. Contohnya bersendawa ketika makan, sebagian membolehkan sementara sebagian lagi menganggap tidak beretiket
Etika bersifat jauh lebih absolut dibanding etiket. Contohnya ”larangan membunuh” yang berlaku absolut
4
Etiket hanya memandang manusia dari sisi lahiriah semata
Etika menyangkut sisi lahir maupun batin manusia.

  
Contoh Kasus Pelanggaran Etika dan Etiket dalam Komunikasi

Etika dan Etiket tidak hanya dibutuhkan dalam interaksi kita dengan orang lain di berbagai kesempatan. Etika sangat dibutuhkan dalam segala aspek kehidupan sebagai harga mati terhadap suatu hal yang benar dan salah yang diakui oleh semua orang. Hal ini terbentuk dalam berbagai kode etik etika dalam wujud etika profesi yang berkaitan dengan komunikasi antarpribadi. Fungsinya adalah untuk memberi pedoman dan informasi lebih mendalam kepada orang lain. Dalam komunikasi antarpribadi, kata ”etika” dan ”etiket” acapkali muncul dalam wacana publik dalam kehidupan sehari-hari kita. Sebuah contoh kongkret adalah dalam sistem komunikasi antarpribadi antara orang tua dengan anak. Jika orang tua mengajak anaknya makan, maka kalimat yang terucap adalah, ”Ayo, Dahar !”. Sedangkan jika anak yang mengajak makan, maka kalimat yang terucap adalah ”Mangga, Tuang !”. Kedua kalimat tersebut memiliki konsep yang sama dalam Bahasa Indonesia yaitu ”Mari makan !”. Kedua kalimat pendek dalam Bahasa Sunda tersebut tidak dapat dipertukarkan, karena jika dipertukarkan akan dianggap tidak beretiket.
Sedangkan dalam kasus pelanggaran etika adalah dalam cakupan yang lebih luas seperti misalnya dalam etika politik ketika  berargumentasi, bersikap dan berprinsip dalam komunikasi antarpribadi. Contohnya saja di Indonesia yang semua orang bisa sangat tahu bagaimana etika orang dalam berkomunikasi di ranah politik yang sudah sangat carut marut. Semuanya hanya bergantung pada kepentingan golongan tertentu. Sehingga orang tidak lagi menjunjung asas etika dalam berkomunikasi.
  
Etika Komunikasi Antarpribadi
Ungkapan dari Mc Croskey  bahwa sistem-sistem etika dikonstruksi oleh manusia, dipelajari oleh setiap generasi yang mengikutinya. Individu-individu mengembangkan dan menetapkan etika melalui apa yang Schutz sebut “typications” yang berasal dari “stock of preconstituted knowledge” mereka untuk menandai individu, motif, tujuan dan pola-pola tindakan (1971 : 29 ). Tipikasi-tipikasi ini bergantung pada system relevansi, tujuan, minat atau kepentingan, rencana-rencana dan harapan individu yang bersangkutan, yang semuanya terendapkan dalam pengalaman mereka sebelumnya Dengan demikian, etika suatu masyarakat tentang komunikasi hanya berlaku untuk masyarakat tersebut dan tidak mengikat masyarakat—masyarakat lainnya. Bahkan sebagian orang percaya bahwa etika komunikasi bersifat individual, personal atau subjektif (Barker, 1978:254; Wenburg dan Wilmot, 1978:71-72; Verderber, 1982: 15,255). Inti dari kegagalan komunikasi dalam era global saat ini adalah kesulitan-kesulitan untuk memahami etika komunikasi yang harus dihadapi, yang diakibatkan perbedaan ekspektasi.
John Condon (dalam Saefullah, 2007 : 57) mengkaji sejumlah besar isu etika yang secara khas muncul dalam suasana komunikasi antarpersona; keterusterangan, keharmonisan sosial, ketepatan, kecurangan konsistensi kata dan tindakan, menjaga kepercayaan dan menghalangi komunikasi. Untuk membahas tema-tema etika ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
  1. Dalam berkomunikasi hendaklah jujur dan terus terang dengan keyakinan dan perasaan pribadi yang sama-sama dimiliki. Layaknya kita ingin mengatakan tidak berarti tidak, kita ingin orang yang tidak mengerti mengatakan tidak mengerti, dan orang yang tidak setuju mengungkapkan ketidaksetujuannya secara langsung. Namun, batasan jujur disini juga ada pengecualiannya seperti adanya kondisi dimana tidak jujur itu diperbolehkan atau dalam istilah asing menyebutnya sebagai “white lie” yakni berbohong demi menjaga hubungan antarpribadi sehingga dapat menyelesaikan konflik yang berkepanjangan. Contoh kasus seperti ini misalnya, jika kita terpaksa berbohong ketika menjadi mediator dalam mendamaikan 2 (dua) orang yang terlibat konflik yang pada dasarnya konflik terjadi hanya karena kesalahpahaman. Tindakan komunikasi seperti ini juga kadang-kadang dibutuhkan dalam konteks komunikasi antarpribadi.
  2. Dalam setiap kelompok dan budaya dimana saling ketergantungan dinilai lebih baik daripada individualistis, menjaga keharmonisan hubungan sosial lebih etis daripada menyatakan kepentingan dan pikiran kita.
  3. Informasi disampaikan dengan tepat dalam hal waktunya dan judul tema pembicaraan, dengan tidak kehilangan atau penyimpangan minimum dari makna yang dimaksudkan.
  4. Kecurangan yang disengaja dinilai tidak beretika seperti contohnya interupsi dan bantahan yang berlebihan dalam suatu percakapan dengan orang lain dalam suatu seminar dan lain-lain.
  5. Petunjuk verbal dan non verbal, kata-kata dan gesture serta mimik wajah, konsisten dengan mana yang ingin disampaikan
  6. Biasanya tidak etis bila dengan sengaja menghalangi proses komunikasi, seperti menyelesaikan pembicaraan dan kalimat orang lain sebelum ia selesai mengutarakan masalahnya, kemudian mengganti subjek ketika orang lain benar-benar masih mempunyai banyak hal untuk dikatakan, atau secara nonverbal mengalihkan orang lain dari subjek yang dimaksudkan.
Pendapat Condon tersebut tampaknya justru representative untuk mengetahui bagaimana sebaiknya komunikasi secara etis. Namun, etika komunikasi antarpribadi yang paling ideal yakni seharusnya kita terbuka terhadap pendapat yang bisa membangun karakteristik diri kita menjadi lebih baik sehingga kita bisa lebih menghargai perubahan yang terjadi di sekeliling kita.
Pudarnya etika dalam pribadi setiap individu menyebabkan fenomena yang tampak seperti logika simulasi, dimana orang tidak akan dapat mencapai kebenaran karena antara realitas, representasi, hiperrealitas, atau tipuan tidak dapat dibedakan lagi (Haryatmoko, 2007: 22). Dengan demikian, persoalan mitos dan etika yang potensial selalu melekat dalam setiap bentuk komunikasi yang dinilai sangat berpengaruh terhadap manusia lain sehingga penyampai pesan secara sadar memilih cara-cara berkomunikasi yang baik guna mencapai tujuan yang diinginkannya.
Pada dasarnya etika komunikasi  antarpribadi merupakan dasar dalam membangun etika komunikasi organisasi, aturan-aturan etika seperti kejujuran dan kehati-hatian serta  bersifat tidak curang, merupakan hal yang sangat diinginkan dalam etika komunikasi antarpribadi. Diperlukan sikap terbuka saling memahami diantara pribadi agar komunikasi yang terjadi bisa berjalan dengan sehat.
Sangat disayangkan bahwa di era sekarang ini, nilai etika tampaknya sudah mulai pudar dan bergeser. Banyak tindakan yang dulunya dianggap melanggar etika, kini justru diterima begitu saja oleh masyarakat seakan hal tersebut adalah hal yang biasa-biasa saja dan tidak mengganggu. Salah satu penyebab pergeseran etika, terutama dalam bidang komunikasi.



Daftar Pustaka
Barthes, Roland. 1981. Mithologies. Ney York: Granada Publising.
Bertens, K. 2001. Etika. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Beebe, Steven A, Susan J. Beebe & Mark V. Redmond. 1996. Interpersonal   
               Communication  Relating of Others. United States of America : A Simon    
             & Schuster Company.
Darmastuti, Rini.  2007. Etika PR dan E-PR. Yogyakarta : Gava Media.
Haryatmoko. 2007. Etika Komunikasi Manipulasi Media, Kekerasan dan
            Pornografi. Yogyakarta : Kanisius.                                                                              
Mulyana, Deddy. 2004.  Komunikasi Populer.  Bandung : Pustaka Bani Quraisy.
Saefullah, Ujang. 2007. Kapita Selekta Komunikasi; Pendekatan Agama dan
             Budaya.  Bandung : Simbiosa Rekatama Media.
Tubbs, Stewart L dan Sylvia Moss, Editor; Dr. Deddy Mulyana, MA. 2000.   
Human  Communication ; Konteks-Konteks Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya.



 






1 komentar:

  1. Let me tell you something...

    What I'm going to tell you might sound kind of creepy, and maybe even a little "strange"

    WHAT if you could simply click "PLAY" to listen to a short, "miracle tone"...

    And magically bring MORE MONEY into your LIFE???

    And I'm really talking about hundreds... even thousands of dollars!!

    Do you think it's too EASY??? Think something like this is not for real?!?

    Well then, I've got news for you..

    Usually the greatest miracles in life are also the SIMPLEST!!

    In fact, I will provide you with PROOF by allowing you to listen to a REAL "miracle money-magnet tone" I developed...

    And do it FREE (no strings attached).

    You simply click "PLAY" and watch money coming right into your life... it starts right away...

    GO here now to enjoy the magical "Miracle Money-Magnet Sound Frequency" - it's my gift to you!!

    BalasHapus