Sebagian besar akar masalah dalam kehidupan
manusia adalah bukan karena perbedaan status sosial, usia, tingkat pendidikan, penguasaan teknologi dan
lain sebagainya. Tetapi, disebabkan oleh gaya
berkomunikasi yang berbeda. Pertukaran informasi dalam proses
komunikasi yang tepat dapat membantu untuk menciptakan keteraturan dan rasa
damai dalam hubungan antarpribadi. Menciptakan komunikasi yang baik diperlukan
kemampuan seperti mendengarkan, bernalar, berbicara, menulis dan lain-lain sebab, semua perilaku manusia tidak akan dapat berjalan
tanpa adanya kendala bila tidak didukung dengan komunikasi yang baik dan
memahami satu dengan yang lainnya.
Komunikasi adalah transmisi informasi,
gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya, dengan menggunakan simbol-simbol,
kata-kata, gambar, figur, grafik, dan sebagainya. Tindakan atau proses
transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi. Proses komunikasi
memungkinkan orang-orang untuk menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya
kemudian ditransmisikan secara verbal dan nonverbal kepada orang lain agar
tercapai maksud tertentu.
Komunikasi yang menggunakan pendekatan
antarpribadi dinilai banyak orang paling efektif dalam kegiatan mengubah
pemikiran, afeksi, sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku orang lain. Yang
menjadi penyebabnya adalah karena komunikasi antarpribadi ini lebih
mengutamakan tatap muka. Oleh karena itulah terjadi kontak pribadi dan mengarah
ke hubungan yang terjalin lebih mendalam, dua arah dan berkesinambungan.
Setiap manusia
bertanggung jawab atas pikiran, perasaan dan tindakannya. Untuk menyalurkan
pemikiran manusia menggunakan gaya
komunikasi yang sebagian besar disampaikan melalui bahasa
sebagai media baik di lingkungan formal ataupun nonformal. Gaya komunikasi pula yang
menjadi faktor utama dalam menentukan
diterima atau tidaknya ilmu yang ditansferkan oleh seorang dosen di
suatu lembaga pendidikan. Gaya
komunikasi merupakan suatu bentuk perilaku komunikasi dengan tujuan mendapatkan
tanggapan tertentu.
Dalam era yang
semakin modern dengan giatnya pertukaran informasi yang didominasi
oleh tuntutan globalisasi, lembaga pendidikan dihadapkan pada hal yang mendasar
yakni dapatkah mempertahankan eksistensi penyaluran informasi melalui gaya komunikasi yang
disampaikan oleh para tenaga pendidiknya. Sisi
lain akibat dari akselerasi kebutuhan akan tenaga pendidik di lingkungan
universitas menjadikan banyaknya akademisi-akademisi baru yang bermunculan dari
kalangan muda yang dianggap dinamis dan fresh
dari hasil pembelajaran di bangku pendidikan tinggi.
Sesuai dengan
kemiripan peran serta fungsinya, dosen dalam dunia belajar-mengajar diartikan
sebagai guru. Hanya saja sebutan dosen lebih dispesialisasikan karena dosen
mengajar dan mendidik di tingkat lembaga pendidikan yang paling tinggi yaitu
universitas. Jika siswa pada lembaga pendidikan tinggi disebut sebagai
mahasiswa, berarti guru yang mengajar pada level universitas lebih tepat jika
dipanggil mahaguru. Ini akan sangat berpengaruh pada komitmen dan loyalitasnya
dalam mentransfer ilmu pengetahuan dan membentuk akhlak anak didiknya.
Menjadi dosen yang berprestasi
merupakan cita-cita orang yang mengutamakan aktualisasi diri diatas
kebutuhan-kebutuhan hidup lainnya. Harus ada motivasi, spirit yang tinggi dan pengorbanan yang tidak main-main untuk
mengemas ilmu pengetahuan yang semakin maju dan rumit untuk tetap tetap mudah
dipahami.
Namun
dalam perjalanan
karirnya, adakalanya
dosen memakai
gaya komunikasi tertentu untuk bisa mengelola citra tentang dirinya dimata
mahasiswa maupun rekan kerjanya. Hal ini tentu saja bertujuan untuk
meninggalkan kesan yang baik bagi orang lain sehingga bisa memuluskan
keinginannya. Terlebih jika dosen tersebut belum atau tidak sedang memiliki
keterikatan status contohnya status pernikahan. Dosen yang masih Single dianggap cenderung sering
melakukan pengelolaan citra agar terlihat formal, berwibawa dan memperlihatkan
sisi intelektualitas di depan publik. Hal ini mungkin saja bertolak belakang
dengan kehidupan sosialnya di luar kampus yang lebih santai, tidak terbebani
dengan lingkungan serius sehingga bebas berinteraksi dalam komunitas apa saja
tanpa adanya keterikatan. Sehingga dirumuskan 2 permasalahan yakni ingin
mengungkap gaya komunikasi dosen single
di dalam kampus dan di luar kampus.
Dosen Single
Dari sudut kacamata sosial
kemasyarakatan umumnya beranggapan bahwa seseorang dinilai ideal jika memiliki
keluarga utuh yakni suami atau istri dan menjadi orang tua dari anak-anaknya. Di
Indonesia penundaan usia perkawinan banyak dijumpai di kota-kota besar terutama
mereka yang berkonsentrasi pada kemajuan prestasi dalam karir dan pendidikan. Terlebih lagi dengan gaya hidup yang di dunia
metropolitan yang memungkinkan orang-orang untuk sulit memiliki waktu khusus di luar pekerjaan
karena tingkat kesibukan yang selalu tinggi. Ditambah lagi dengan tuntutan
pemenuhan kebutuhan hidup yang semakin mencekik dimana setiap orang diharuskan
untuk dapat bertahan secara finansial jika tak ingin tersisih.
Dalam sebuah laporan
penelitian Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (BPS)
dikemukakan bahwa :
Partisipasi
dalam karir pekerjaan sebelum perkawinan dapat menunda usia perkawinan.
Pendidikan dikatakan sebagai alternatif lain dari melangsungkan perkawinan,
sehingga sering digunakan alasan seseorang belum menikah karena “masih
sekolah”, walaupun usianya sudah mencapai bahkan
melampaui rata-rata usia perkawinan yang berlaku di masyarakat.
Dari
laporan tersebut terlihat bahwa tuntutan hidup yang dinilai semakin meningkat,
ditambah dengan gaya hidup individualisme yang merupakan mindset dari dosen single atau
bahkan buah dari gencarnya invasi budaya yang cenderung kebarat-baratan. Hal
ini mungkin saja dialami karena sebagian besar dosen single ini pernah mengenyam pendidikan di luar negeri selama dalam
kurun waktu yang tidak sedikit semakin memunculkan stigma baru tidak hanya dikalangan
masyarakat pada umumnya, bahwa status single
adalah sebuah kewajaran. Biasanya orang yang sudah
memasuki usia dewasa akan memilih menikah dan berumah tangga. Namun ada yang
sudah cukup usia tetapi belum menikah atau tidak menikah. Dalam konteks ini sebutan single (dalam
bahasa Inggris) yang berarti lajang dalam bahasa Indonesia. single menurut pengertian umum adalah
seseorang yang belum atau tidak menikah.
Lajang atau single yaitu orang yang cukup usia
tetapi belum atau tidak menikah, lajang bukan hanya terjadi pada pria tetapi
banyak juga terjadi pada wanita. Menurut Santrock (1995) peningkatan
orang lajang disebabkan oleh sikap wanita dan pria yang ingin mengembangkan
karier sebelum menikah. Banyak hal yang menyebabkan seseorang memilih untuk
menjalani hidup melajang antara lain trauma pada keadaan rumah tangga orang tua
yang tidak bahagia, keinginan yang kuat untuk mengembangkan karier, kurang memiliki
kesempatan untuk bertemu dengan banyak lawan jenis dalam lingkungannya, terlalu
ideal dalam memilih pasangan.
Pengelolaan Kesan sebagai Bentuk dari Teori Dramaturgi
Pengelolaan kesan baik seperti
yang dilakukan oleh Dosen Single di
lingkungan akademiknya sebagai wilayah depan disebut sebagai “Impression Management” dalam konsep
teori Dramaturgi oleh Erving Goffman:
An
actor performs on a setting which is constructed of a stage and a backstage;
the props at either setting direct his action; he is being watched by an
audience, but at the same time he is an audience for his viewers' play.
(The Presentation of Self in Everyday Life,
Erving Goffman, 1959)
Kajian
Dramaturgi dipopulerkan
oleh Erving Goffman, salah seorang sosiolog yang paling berpengaruh pada abad
20. Istilah ini ia tuangkan
bukunya yang berjudul The Presentation of
Self in Everyday Life yang diterbitkan pada tahun 1959, Goffman
memperkenalkan konsep dramaturgi yang bersifat penampilan teateris.
Menurut pemikiran Goffman, manusia
sebagai aktor yang berusaha untuk menggabungkan keinginan dalam “Pertunjukan Teater” yang dibuat sendiri olehnya.
Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgi, manusia akan
mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut. Selayaknya
pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus mempersiapkan
kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain memperhitungkan setting,
penggunakan kata verbal (dialog)
dan tindakan nonverbal lainnya.
Melalui istilah “Pertunjukan Teater”, Goffman membagi dua wilayah kehidupan
sosialnya :
- Front Region (wilayah depan), adalah tempat atau peristiwa sosial yang memungkinkan individu menampilkan peran formal atau berperan layaknya seorang aktor. Wilayah ini juga disebut front stage (panggung depan) yang ditonton oleh khalayak. Panggung depan mencakup, setting, personal front (penampilan diri), expressive equipment (peralatan untuk mengekspresikan diri), kemudian terbagi lagi menjadi appearance (penampilan) dan manner (gaya).
- Back Region (wilayah belakang), adalah tempat untuk individu mempersiapkan perannya di wilayah depan, biasa juga disebut back stage (panggung belakang) atau kamar rias untuk mempersiapkan diri atau berlatih untuk memainkan perannya di panggung depan. Di tempat ini dilakukan semua kegiatan yang tersembunyi untuk melengkapi keberhasilan akting atau penampilan diri yang ada pada panggung depan.
Dalam konsep Dramaturgi Goffman, kontribusi
teori interaksionisme
simbolik begitu terlihat jelas terutama
dalam hal menjabarkan berbagai
macam pengaruh yang ditimbulkan penafsiran orang lain terhadap identitas atau
citra-diri individu yang merupakan objek interpretasi, yang lebih jauh
dijabarkan Goffman sebagai “Keutuhan
Diri”. Dramaturgi merupakan suatu pendekatan yang
lahir dari pengembangan Teori Interaksionisme Simbolik. Dramaturgi diartikan
untuk mempelajari perilaku
manusia, tentang bagaimana manusia itu memaknai
arti hidup mereka dan lingkungan tempat dia berinteraksi demi memelihara eksistensi diri.
Gaya
Komunikasi
Gaya
komunikasi dapat dibedakan ke dalam bentuk gaya komunikasi konteks tinggi dan
gaya komunikasi konteks rendah. Gaya bicara dalam komunikasi konteks tinggi
ini, orang lebih suka berbicara secara implisit, tidak langsung, dan suka berbasa-basi.
Salah satu tujuannya, untuk memelihara keselarasan kelompok dan tidak ingin
berkonfrontasi. Dengan kata lain, agar tidak mudah menyinggung perasaan orang
lain. Komunikasi budaya konteks tinggi, cenderung lebih tertutup dan mudah
curiga terhadap pendatang baru atau orang asing.
Sementara gaya
komunikasi dalam konteks rendah, biasanya digunakan oleh orang-orang yang
memiliki pola pikir linier. Bahasa yang digunakan langsung, lugas, dan tidak
eksplisit. Komunikasi konteks rendah, cepat dan mudah berubah karena tidak
mengikat kelompok.
Komunikasi dikatakan berkonteks tinggi manakala komunikator menggunakan
’bahasa bersayap”, bahasa yang hanya bisa ditangkap artinya jika komunikan
memahani budaya komunikator. Kegemaran menggunakan bahasa tubuh yang tidak
jelas, atau bahasa verbal yang tidak to
the point juga petunjuk komunikasi tingkat tinggi. Singkatnya, the meaning of the message is in context.
Sebaliknya, dalam komunikasi konteks rendah, komunikan tidak mengalami
kesulitan memahami arti pesan yang disampaikan komunikator, sebab jelas, terang
dan disampaikan secara langsung atau lugas
Dari berbagai pendapat tentang gaya komunikasi
diatas secara garis besar dapat dipahami bahwa gaya komunikasi merupakan cara yang digunakan komunikator dalam menyampaikan pesan. Setiap komunikator mempunyai gaya komunikasi dan ciri khas berbeda-beda. Perbedaan ini dapat dilihat dari segi budaya, pendidikan, lingkungan keluarga, pengalaman dan lain sebagainya. Gaya komunikasi ini dipakai dengan tujuan untuk mendapatkan respon dari orang sekitarnya.
-MEUTIA-
Your Affiliate Money Making Machine is ready -
BalasHapusAnd getting it set up is as simple as 1...2...3!
Here's how it works...
STEP 1. Choose affiliate products the system will advertise
STEP 2. Add some PUSH BUTTON traffic (it takes JUST 2 minutes)
STEP 3. See how the system grow your list and sell your affiliate products all for you!
Are you ready to make money automatically?
Check it out here