Senin, 30 April 2012

EFEKTIFITAS KOMUNIKASI ANTARPRIBADI


      Dalam ruang lingkup sederhana, manusia membutuhkan manusia lainnya, maka untuk mencapai kondisi tersebut dibutuhkan bentuk komunikasi efektif. Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak akan bisa lepas dari manusia lainnya, komunitas dan lingkungan tempat dia berdiri. Untuk bisa bersinergi dengan tiga hal diatas maka, diperlukan sebuah proses komunikasi. Kualitas komunikasi tergantung dari individu masing-masing dalam mengolahnya, bisa baik, biasa-biasa saja atau bahkan buruk sekalipun. Bisa dikatakan komunikasi berlangsung sesuai dengan kebutuhannya. 

      Pengaruh konsep diri pada perilaku manusia sangat erat kaitannya dengan proses hubungan antarpribadi yang vital bagi perkembangan kepribadian. Bagaimana kita memandang diri kita dan bagaimana orang lain memandang kita, tentu saja akan sangat mempengaruhi pola interaksi kita dengan orang lain. Menurut Jalaluddin Rakhmat, konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial dan fisis. Ada faktor yang mempengaruhi konsep diri yaitu: 

1.     Orang Lain
Tidak semua orang lain mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri kita. Ada yang paling berengaruh yaitu orang-orang yang dekat dengan diri kita. Ketika kita masih kecil, mereka adalah orang tua kita, saudara-saudara kita, dan orang yang tinggal satu rumah dengan kita. Dari merekalah secara perlahan-lahan kita membentuk konsep diri kita. Senyuman, pujian, pelukan meraka, menyebabkan kita menilai diri kita secara positif. Ejekan, cemoohan dan hardikan membuat kita memandang diri kita secara negatif.
2.     Kelompok Rujukan
Ada kelompok yang secara emosional mengikat kita dan berpengaruh terhadap konsep diri kita. Misalkan kita bergabung dengan sebuah kelompok dan setiap kelompok mempunyai norma-norma, maka norma-norma dalam ikatan ini sebagai ukuran perilaku kita.  

       Tiap saat kita melakukan komunikasi dengan dua cara, yaitu komunikasi verbal dan nonverbal. Dalam komunikasi, tanda-tanda verbal diwakili dalam penyebutan kata-kata, pengungkapannya baik lisan maupun tertulis. Sedangkan tanda-tanda nonverbal terlihat dari gerak wajah atau gerak tubuh. Namun timbul pertanyaan, sejauh mana efektifitas komunikasi yang kita lakukan? Mungkin jawabannya hanya kita yang tau. Komunikasi verbal dan nonverbal akan menjadi efektif ketika kita mampu mengkondisikannya. Kita harus mampu membaca lawan bicara kita terlebih dahulu, agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik. Sebagian orang menganggap bahasa adalah faktor yang paling utama untuk mencapai sebuah komunikasi efektif, tapi jangan lupakan komunikasi non verbal. Seperti diulas diatas, komuniasi nonverbal terdapat petunjuk-petunjuk yang sangat mendukung terciptanya komunikasi efektif. petunjuk-petunjuk tersebut diantaranya adalah :

1.      Petunjuk proksemik (penggunaan jarak dalam menyampaikan pesan)
2.      Petunjuk kinesik (gerak tubuh)
3.      Petunjuk wajah
4.      Petunjuk paralinguistik (cara pegucapan lambang-lambang verbal)
5.      Petunjuk artifaktual (penampilan, kosmetik, baju, tas dll)

         Komunikasi antarpribadi bisa menjadi sebuah komunikasi yang efektif atau sangat tidak efektif. Durasi proses komunikasi tidak selamanya menjadi tolak ukur efektifitas komunikasi. Komunikasi efektif artiya jika komunikan, mengerti, mempersepsi dan melaksanakan reaksi (action) atau tugas-tugas sesuai dengan pesan yang diberikan oleh komunikatornya dan ada feed back-nya.
    Komunikasi antarpribadi dikatakan sukses apabila membuahkan hasil. Dewasa ini komunikasi antarpribadi bisa dilakukan dengan tanpa harus bertatap muka, karena seiring perkembangan teknologi. Manusia bisa berinteraksi melalui media sosial network, chatting atau skype. Namun apabila dilihat dari mutu dan efektifitasnya, maka tatap muka merupakan komunikasi antarpribadi yang utama dan dikatakan lebih sukses.
       Rogers dan Shoemaker (Liliweri,1991:70) berpendapat bahwa, seseorang dapat berkomunikasi untuk mempelajari sesuatu dengan baik apabila menggunakan lebih dari satu inderanya, yaitu:
a.       Tahapan mengetahui atau melihat melalui indera mata adalah 83,0%
b.      Tahapan mendengar melalui indera telinga adalah 11,0%
c.       Tahapan membau melalui indera hidung adalah 3,5%
d.      Tahapan meraba dengan tangan sebesar 1,5%
e.       Tahapan merasa dengan indera lidah sebesar 1,0%

     Komunikasi tatap muka yang dilakukan berulang-ulang dan bergantian dapat meningkatkan mutu komunikasi antarpribadi, dengan mampu menjalin suatu kontak dikarenakan ada rangkaian pertukaran pesan antara dua orang secara langsung. Komunikasi tatap muka mempunyai keistimewaan dimana efek dan umpan balik, aksi dan reaksi langsung terlihat karena jarak fisik partisipan yang dekat. Aksi maupun reaksi verbal dan nonverbal, semuanya terlihat dengan jelas secara langsung. Oleh karena itu tatap muka yang dilakukan terus-menerus kemudia dapat mengembangkan kumunikasi antar pribadi yang memuaskan dua pihak dan menjadi komunikasi yang efektif. 

       Drs. H. Malayu Hasibuan mengemukakan syarat komunikasi yang baik yaitu:
1.      Disampaikan pada waktu dan kondisi yang tepat
2.      Channel dan symbol-simbol komunikasi yang baik dan jelas.
3.        Mempergunakan kata-kata dan kalimat yang mudah dipahami dan persepsinya jelas
4.      Memperhatikan daya tangkap dan daya nalar komunikan
5.      Komunikator menyampaikan dengan tenang dan tidak emosional
6.        Disampaikan secara jelas dengan menghindari hambatan-hambatan komunikasi
7.      Dilakukan dengan komunikasi dua arah (two way traffic)
8.      Pesan disampaikan secara lengkap dan menyeluruh
9.        Jika dipahami, maka terjadi reaksi (action) dan feed back positif yang menimbulkan interaksi.

    Sedangkan menurut Devito, karakteristik efektifitas komunikasi antarpribadi dilihat dari tiga sudut pandang, yaitu sudut pandang humanistic, pragmatis serta sudut pandang pergaulan sosial dan sudut pandang kesetaraan.

A.  Humanistik
Humanistik mencoba untuk melihat kehidupan manusia sebagaimana manusia melihat kehidupan mereka. Mereka cenderung untuk berpegang pada prespektif optimistik tentang sifat alamiah manusia. Mereka berfokus pada kemampuan manusia untuk berfikir secara sadar dan rasional untuk dalam mengendalikan hasrat biologisnya, serta dalam meraih potensi maksimal mereka. Dalam pandangan humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku mereka.
       Dalam ancangan humanistic ada lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu:
1.      Keterbukaan
Pengetahuan tentang diri akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih dekat pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan-gagasan baru, lebih cenderung menghindari sikap difensif dan lebih cermat memandang diri kita dan orang lain. Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi antarpribadi. Pertama, komunikator antarpribadi yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajak berinteraksi. Kedua, mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Ketiga, menyangkut kepemilikan perasaan dan pikiran. Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang dilontarkan adalah memang milik anda dan anda bertanggungjawab atasnya.
2.      Empati 
Empati dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memposisikan diri terhadap apa yang sedang dialami orang lain. Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalami orang lain, perasaan dan sikap mereka serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. Perasaan empati ini akan membuat seseorang mampu menyesuaikan komunikasiya.
3.      Sikap Mendukung
Hubungan antarpribadi yang efektif adalah hubungan yang dimana terdapat sikap mendukung. Sikap terbuka dan empati tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Sikap mendukung ini dapat diperlihatkan dalam bentuk sikap yang:
1.      Deskriptif, bukan evaluatif
2.      Spontan bukan strategik
3.      Provisional bukan sangat yakin.
4.      Sikap positif
Sikap positif adalah perwujudan nyata dari suatu pikiran  terutama memperhatikan hal-hal yang baik. suasana jiwa yang mengutamakan kegiatan kreatif dari pada kegiatan yang menjemukan, kegembiraan dari pada kesedihan, optimisme dari pada pesimisme. Sikap positif adalah keadaan jiwa seseorang yang dipertahankan melalui usaha-usaha yang sadar bila sesuatu terjadi pada dirinya supaya tidak membelokan fokus mental seseorang pada yang negatif.  Bagi orang yang berpikiran positif mengetahui bahwa dirinya sudah berpikir buruk maka ia akan segera memulihkan dirinya. Yaitu yang sudah  menuju ke arah negatif untuk kembali ke arah positif. Banyak orang dan ahli terutama para motivator yang membuat pengertian sikap positif. Ada dua cara dalam mengkomunikasikan sikap positif yaitu, menyatakan sikap positif dan secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi.
Sikap. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi antarpribadi. Pertama, komunikasi antarpribadi terbina jika orang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif.
Dorongan. Dorongan adalah istilah yang berasal dari kosa kata umum, yang dipandang sangat penting dalam analisi transaksional dan dalam interaksi antarmanusia secara umum. Dorongan positif umumnya berbentuk pujian atau penghargaan dan terdiri ataas perilaku yang biasa kita harapkan, kita nikmati dan kita banggakan. Dorongan positif mendukung citra pribadi kita dan membuat kita merasa lebih baik. Sedangkan dorongan negaif bersifat menghukum dan menimbulkan kebencian.
5.      Kesetaraan
Dalam setiap situasi, memungkinkan terjadi ketidaksetaraan. Tidak pernah ada dua orang yang setara dalam segala hal. Terlepas dari itu, komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga dan kedua pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.

B.     Pragmatis
Ancangan pragmatis, keperilakuan atau sering dikatakan sebagai ancangan “keras” untuk efektifitas antarpribadi, adakalanya dinamai model kompetensi, memusatkan pada perilaku spesifik yang harus digunakan oleh komunikator untuk mendapat hasil yang diinginkan. Model ini menawarkan lima kualitas efektifitas : kepercayaan diri, kebersatuan, manajemen interaksi, daya pengungkapan dan orientasi ke pihak lain. (Spitzberg & Cupach, 1989; Spitzberg & Hecht, 1984 dalam Devito 1997)
Kepercayaan diri.
Bisa diartikan keberanian individu untuk melakukan sesuatu hal yang menurut anggapannya benar atau sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun  terhadap lingkungan/situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti bahwa individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri, alias “sakti”. Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut dimana ia merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa – karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri. Sedangkan orang yang kurang percaya diri sedapat mungkin akan cenderng menarik diri  atau menghindari situasi komunikasi. Komunikator yang efektif mempunyai kepercayaan diri yang sosial. Komunikator yang secara sosial memiliki kepercayaan diri bersikap santai, tidak kaku, fleksibel dalam suara dan gerak tubuh, tidak terpaku pada nada suara tertentu dan gerak tubuh tertentu, terkendali dan tidak gugup atau canggung. Sehingga perasaan cemas tidak dengan mudah dilihat orang.
Kebersatuan.
Mengacu pada penggabungan antara pembicara dan pendengar  sehingga tercipta rasa kebersamaan dan kesatuan. Komunukator yang memperlihatkan kebersatuan mengisyaratkan minat dan perhatian. Bahasa yang menunjukan kebersatuan umumnya ditanggapi lebih positif ketimbang bahasa yang tidak menunjukan kebersatuan. Kebersatuan menyatukan pembicara dan pendengar.
Secara nonverbal kita mengkomunikasikan kebersatuan dengan memelihara kontak mata yang patut, kedekatan fisik yang menggemakan kedekatan psikologis, serta sosok tubuh yang langsung dan terbuka. Ini meliputi gerakan tubuh yang dipusatkan pada orang yang anda ajak berinteraksi, tidak terlalu banyak melihat kesana-kemari, tersenyum kepada orang itu, dan perilaku lain yang mengisyaratkan, "Saya berminat kepada anda."
Kebersatuan dikomunikasikan secara verbal dengan berbagai cara. Misalnya:
1.      Menyebut nama lawan bicara.
2.      Menggunakan kata ganti yang mencakup baik pembicara maupun pendengar.
3.      Memberikan umpan balik yang relevan.
4.      Tunjukkanlah bahwa anda memusatkan perhatian pada kata-kata lawan bicara.
5.      Kukuhkan, hargai, atau pujilah lawan bicara.
6.       Sertakan referensi-diri ke dalam pemyataan yang bersifat evaluatif.
Manajemen Interaksi.
Komunikator yang efektif mengendalikan interaksi untuk kepuasan kedua pihak. Dalam manalemen interaksi yang efektif, tidak seorangpun merasa diabaikan atau merasa menjadi tokoh penting. Masing-masing pihak berkontribusi dalam keseluruhan komunikasi. Menjaga peran sebagai pembicara dan pendengar dan melalui gerakan mata, ekspresi vocal, serta gerakan tubuh dan wajah yang sesuai, saling memberikan kesempatan untuk berbicara merupakan keterampilan manajemen interaksi.
Manajemen interaksi yang efektif menyampaikan pesan-pesan verbal dan nonverbal yang saling ber­sesuaian dan saling memperkuat. Layak dikemukakan di sini bahwa wanita pada umumnya menggunakan ekspresi nonverbal yang lebih positif dan lebih menyenangkan ketimbang pria. Sebagai contoh, wanita lebih banyak tersenyum, lebih banyak mengangguk tanda setuju, dan lebih terbuka dalam mengungkapkan perasaan positif. Tetapi, ketika mengungkapkan perasaan marah atau kekuasaan yang dimiliki, banyak wanita yang tetap menggunakan isyarat-isyarat nonverbal positif ini, sehingga melemahkan ekspresi kemarahan atau kekuasaan tersebut. Hasilnya adalah bahwa wanita demikian seringkali canggung dalam memperlihatkan emosi negatif, dan lawan bicara karenanya kurang bisa mempercayai mereka atau merasa terancam oleh perilaku ini.
Pemantauan Diri
Pemantauan-diri berhubungan secara integral dengan manajemen interaksi antarpribadi. Pemantauan diri adalah manipulasi citra yang kita tampilkan kepada pihak lain (Snyder, 1986 dalam Devito 1997). Pemantaun-diri yang cermat selalu menyesuaikan perilaku mereka menurut umpan balik dari pihak lain, guna mendapatkan efek yang paling menyenangkan. Mereka memanipulasi (dalam arti positif) interaksi antarpribadi untuk menciptakan kesan antarpribadi yang terbaik dan paling efektif. Pemantau-diri yang kurang baik, sebaliknya, tidak terlalu memperhatikan citra yang mereka pancarkan kepada pihak lain. Interaksi mereka ditandai oleh keterbukaan di mana mereka mengkomunikasikan pikiran dan perasaan mereka tanpa usaha memanipulasi eitra yang mereka ciptakan. Kebanyakan dari kita berada di antara kedua ekstrim ini.
Daya Ekspresi (Pengungkapan).
Mengacu pada keterampilan mengkomunikasikan keterlibatan tulus dalam interaksi pribadi, kita berperan serta dalam permainan dan tidak hanya sekedar menjadi penonton. Dalam situasi konflik daya ekspresi mencakup ikut berkelahi secara aktif menyatakan ketidaksetujuan, bukan berkelahi secara pasif, menarik diri atau melemparkan tanggungjawab kepada orang lain. Gerak-gerik tubuh mampu mengkomunikasikan keterlibatan. Kita mendemonstrasikan daya ekspresi dengan menggunakan variasi dalam kecepatan, nada, volume dan ritme suara untuk mengisyaratkan keterlibatan dan perhatian dan'dengan membiarkan otot-otot wajah mencerminkan dan menggemakan keterlibatan ini. Menggunakan terlalu sedikit gerak-gerik mengisyaratkan ketiadaan minat. Terlalu banyak gerak-gerik dapat mengkomunikasikan ketidaknyamanan, kecanggungan dan kegugupan.
Daya Orientasi Kepada Orang Lain.
Mengacu pada kemampuan kita untuk menyesuaikan diri dengan lawan bicara selama perjumpaan antar pribadi. Orientasi ini mencakup pengkomunikasian perhatian dan minat terhadap apa yang dikatakan lawan bicara. Kita mengkomunikasikan orientasi kepada orang lain melalui verbal dan nonverbal. Komunikator yang berorientasi kepada lawan bicara melihat situasi dan interaksi dari sudut pandang lawan bicara dan menghargai perbedaan pandangan dari lawan bicara ini. Begitu juga orang berorientasi pada lawan bicara  mengkomunikasikan pengertian empatik dengan menggemakan perasaan pihak lain atau mengungkapkan pengalaman atau perasaan yang sama. Bentuk perwujudan empati, orang yang berorientasi pada lawan bicara mendengarkan dengan penuh perhatian dan memperlihatkan perhatian ini secara verbal dan nonverbal. Orientasi kepada lawan bicara memberikan umpan balik yang cepat dan pantas yang menunjukan pemahaman mendalam tentang perasaan dan pikiran.

C.    Pergaulan Sosial dan Sudut Pandang Kesetaraan
      Pergaulan sosial mengatakan bahwa kita mengembangkan hubungan bila manfaatnya lebih besar daripada biaya yang harus kita keluarkan. Kita melibatkan diri dalam hubungan yang akan memberikan keuntungan bagi kita. Imbalan atau manfaat atau keuntungan adalah hal-hal yang memnuhi kebutuhan kita akan rasa kepuasan, penerimaan sosial, keuntungan keuangan, status dll. Tetapi imbalan ini menuntut pengorbanan, biaya atau bayaran tertentu. Misalnya untuk memperoleh keuntungan yang besar maka diperlukan kerja keras yang mengorbankan sebagian kebebasan kita. Model ini berorientasi pada ekonomi, teori ini lebih menjelaskan kecenderungan kita untuk mencari keuntungan atau manfaat dengan mengeluarkan biaya (pengorbanan) sesedikit mungkin.
      Teori Kesetaraan. Teori ini dilandasi oleh teori pergaulan sosial dan mengatakan bahwa kita tidak saja berusaha membina hubungan yang menfaatnya melampaui biayanya, melainkan juga bahwa kita mengalami kepuasan dari suatu hubungan bila ada kesetaraan atau pemerataan dalam distribusi imbalan dan biaya diantara kedua pihak yang berhubungan (Berscheid & Walster, 1978 ; Hatfield & Traupman, 1981 dalam Devito, 1997).  Artinya bukan saja menginginkan manfaaat yang lebih besar daripada biaya yang kita keluarkan, tetapi tetapi juga menghendaki manfaat yang sebanding dengan pengorbanan yang kita keluarkan.
     Thibault dan Kelley (Rakhmat, 2011;119) berasumsi dasar bahwa, setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya. Ganjaran, biaya, laba dan tingkat perbandingan merupakan empat konsep pokok dalam teori ini. Tingkat perbandingan menunjukan ukuran baku/ standar yang dipakai sebagai kriteria dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang. Ukuran baku ini dapat berupa pengalaman individu pada masa lalu atau alternatif hubungan lain yang terbuka. Bila masa lalu individu mengalami hubungan antarpribadi yang memuaskan, tingkat perbandingannya turun. Bila seorang gadis pernah berhubungan dengan kawan pria dalam hubungan yang bahagia, ia akan mengukur ganjaran hubungan antarpribadi dengan kawan pria lain berdasarkan pengalamannya dengan kawan pria terdahulu. Makin bahagia ia pada hubungan antarpribadi sebelumnya, makin tinggi tingkat perbandingannya, berarti makin sukar ia memeroleh hubungan antarpribadi yang memuaskan. Ada beberapa pedoman praktis untuk komunikasi antarpribadi yang efektif dalam konsep ini, berikut ini adalah empat diantaranya:
-       Bertukar Manfaat
     Dalam setiap hubungan selalu ada biaya, masalah keuangan, ketegangan pekerjaan, konflik antarpribadi. Imbangilah biaya ini dengan mempertukarkan manfaat atau kesenangan, khususnya perilaku saling mengasihi (lederer, 1984 dalam Devito, 1997). Perilaku mengasihi adalah dukungan-dukungan kecil yang kita terima dengan senang hati dari mitra hubungan kita. Pada saat pertama perilaku ini terasa dibuat-buat, tetapi dengan berjalannya waktu perilaku tersebut akan menjadi bagian normal dari interaksi dan akan berlangsung terus mengimbangi biaya yang selalu ada dalam setiap hubungan.
-       Menanggung Beban Biaya Bagian Anda
     Seperti teori kesetaraan, kita merasa tidak puas bila kita harus memikul bagian biaya secara tidak adil. Ingatlah bahwa mitra kita juga merasakan hal yang sama. Bila mitra anda memikul beban biaya yang lebih besar, pikulah sebagian darinya agar hubungan lebih setara.
-      Mengintensifkan Pertukaran Manfaat Pada Saat Biaya Meningkat
     Bila suatu hubungan mengalami masalah (artinya biaya melampaui batas), banyak orang yang bereaksi pasif, menanti situasi berubah dengan sendirinya atau membiarkan hubungan memburuk lebih jauh. Seharusnya inilah saatnya untuk menerapkan ancangan aktif dan untuk mengintensifkan pertukaran manfaat dan dukungan.
-       Memperbesar Manfaat untuk Mengurangi Daya Tarik Alternatif
     Bila biaya suatu hubungan melampaui manfaatnya, daya tarik alternative meningkat. Tetapi bila manfaatnya melebihi biayanya, daya tarik alternative turun. Misalnya bila mitra anda kehilangan pekerjaan dan masalah keuangan terjadi, maka tetangga yang kaya raya dapat menjadi semakin menarik sebagai alternative.

Kesimpulan

       Efektifitas komunikasi diawali oleh motivasi dari masing-masing individu. Pesan yang disampaikan harus mampu dimengerti, dipersepsi dan mampu menghasilkan  reaksi (action) atau komunikasi antarpribadi dikatakan sukses apabila membuahkan hasil. Kualitas pesan yang disampaikan mempengaruhi efektifitas komunikasi baik secara verbal dan nonverbal. Konsep diri dari masing-masing individu yang berinteraksi menjadi point yang sangat penting dalam tercapainya efektifitas komunikasi. Dengan berpegang kepada konsep yang diancangkan oleh Devito yaitu humanistik, pragmatis dan pergaulan sosial (sudut pandang kesetaraan) maka akan lebih mudah bagi kita untuk memahami dan mengapresiasikan komunikasi efektif dalam kehidupan sehari-hari. Namun perlu ditekankan bahwa tidak selamanya prinsip komunikasi efektif yang berhubungan dengan teori ekonomi bisa diaplikasikan, karena materi bukanlah segalanya, ada faktor-faktor lain yang sangat berpengaruh terhadap efektifitas komunikasi.

Daftar Pustaka

Hasibuan, Malayu, S.P., 1996. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah, Edisi Kedua, Jakarta: Toko Gunung Agung.
Rakhmat, Jalaluddin., 2011. Psikologi Komunikasi, cetakan keduapuluhtujuh, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Liliweri, Alo., 1991. Komunikasi Antarpribadi, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
Devito, Joseph., 1997. Memperbaiki Komunikasi Antarpribadi, Terjemahan, Edisi Kelima, Jakarta: Profesional Book.